Mempersiapkan Diri Memasuki DewasaAwal.

Fatma Nofriza S.Pd. M.Si.

Selamat datang para calon mahasiswa baru serta sukses selalu untuk mahasiswa – mahasiswa yang sudah melewati tahun pertama di UHAMKA. Setelah kalian melewati masa remaja yang  mungkin sebahagian melalui dengan penuh bahagia, konflik, tantangan, masalah,  Apapun itu namanya, yang jelasnya semuanya merupakan bahagian dari masa lalu.  Nah sebagai bahagian masa lalu seharusnya kita menyikapi bahwa yang baik akan dipertahankan untuk menjadi bahagian masa depan,  sedangkan yang tidak baik ditinggalkan dengan melangkah  dan menggantikannya dengan sesuatu yang positif, bermanfaat untuk kehidupan  selanjutnya.

Namun memang tidak semuanya mampu dan bisa melakukan.  Ada sebahagian kita yang dengan kehidupan masa lalu membuat  jalan ditempat dan masih  bingung  bagaimana saya selanjutnya. Apalagi dengan individu – individu yang memang secara kebetulan mengalami masa lalu yang sulit dan sampai saat ini tidak bisa melupakan atau meninggalkan sehingga jika dibuat garis pembatas kehidupan masa lalu dengan kehidupan masa depan , kaki kiri berada di kehidupan masa lalu dan kaki kanan  dikehidupan masa depan.

Beruntunglah  jika masa remaja mengalami masa indah, bahagia, dan bermakna sehingga tentu dikehidupan selanjutnya atau ketika memasuki dewasa awal akan lebih percaya diri, mandiri dan siap memasuki tahap kehidupan di dewasa awal.  Namun bagaimana dengan individu yang secara kebetulan melalui masa remaja  yang penuh konflik, masalah dan dia sendiri tidak mampu mengatasinya,  sehingga seperti yang disebutkan di atas bahwa  salah satu kakinya masih tertinggal dikehidupan masa lalunya.

Tidak mudah memang untuk bisa melupakan dan  meninggalkan serta  merubah masa lalu yang begitu sulit, dan berat. Awalnya kuat tetapi sekarang mudah rapuh, yang awalnya sangat percaya diri,sekarang menjadi ragu – ragu, yang awalnya sangat mandiri sekarang menjadi orang yang tergantung dengan orang lain dan sebagainya. Apalagi  jika kehidupan masa lalu memberi efek trauma yang begitu mendalam, bahkan menimbulkan perilaku yang menyimpang, atau  terganggu   secara psikologis. Sebagai manusia yang diberikan potensi qalbu oleh Allah SWT, pasti kita memahami dan menyadarinya, bahwa saat ini ada yang salah dalam kehidupan saya dan harus saya perbaiki.  Namun dengan alasan kondisi, situasi , takut dan gamang menghadapinya  hal  tersebut kita biarkan melekat, menjadi habit dalam kehidupan  yang justru akan mengganggu kehidupan  didewasa awal dan tahap selanjutnya. Saya contohkan satu konseli yang pernah saya konselingi  adalah seorang mahasiswa ketika diminta untuk berbicara didepan kelas dengan wajah pucat, menggigil dan keluar keringat dingin. Hal ini berawal dari ledekkan teman ketika dia persentasi  dikelas pada saat di SMP. Bisa diprediksi apa yang akan terjadi pada mahasiswa tersebut  jika ini tidak segera di atasi.

Hal semua itu tentu kembali pada diri kita, siapkah kita untuk meninggalkannya atau membawanya kepada  kehidupan selanjutnya,  merasa nyaman untuk sesaat tetapi justru menjerumuskan   kepada hal – hal yang negatif untuk kehidupan masa depan.

Setelah melakukan diagnosis  pada setiap konseli, dan ketika saya akan melakukan prognosis saya akan awali dengan satu pertanyaan “ Bagaimana sudahkah siap  dengan kehidupan yang baru”. Tidak semua konseli mampu menjawab bahwa saya siap. Membutuhkan beberapa kali pertemuan untuk mampu menjawab bahwa saya siap. Hasil konselingpun tidak semuanya dijalankan konseli, bahkan ada kembali dengan kehidupan masa lampau.

Saya tegaskan kembali semuanya tergantung individu yang menjalani. Kata kuncinya “ Saya harus belajar” dan “ Saya harus bisa”. Pertanyaan selanjutnya bagaimana caranya,  Mengenai hal demikian banyak sekali  yang sudah disampaikan oleh para ahli motivator, psikolog, pemuka agama  lewat tulisan, youtobe tentang teknik dan strategi , seperti misalnya SEFT, Healing, ESG, dan sebagainya atau silahkan datang ke lembaga konsultasi atau layanan konseling yang memang kita yakini akan mampu membantu kita mengatasi masalah dan mennggalkan masa lalu yang akan memberi dampak negatif ditahap kehidupan selanjutnya ketika memasuki masa dewasa awal.

Menurut para ahli  masa dewasa memiliki tiga tahap, dewasa, awal, dewasa madya dan dewasa akhir atau usia lanjut.  Jika dilihat rentang umurnya, maka dewasa awal  kurang lebih 20 sampai 40 tahun, dewasa madya  kurang lebih dari 40 sampai 60 tahun dan dewasa akhir atau usia lanjut kurang lebih 60 tahun ke atas.  Dewasa  awal merupakan usia pengaturan, sedangkan dewasa madya usia pemantapan dan dewasa akhir adalah usia  integrasi atau   dengan kata lain usia muhasabah.

Usia  pengaturan merupakan usia untuk menata diri sebelum masuk kepada tahap selanjutnya atau dewasa madya. Usia dimana setiap individu harus banyak belajar, melatih diri untuk  semakin matang,  sabar,  rasional dan ikhlas dalam menghadapi masalah dan konflik yang dihadapi baik dengan dirinya sendiri dan  dengan oran lain. Selanjutnya usia pemantapan, bagi individu yang  selalu belajar didewasa awal, maka  memasuki dewasa madya pembelajaran tersebut sudah menjadi bahagian dari kehidupannya. Kematangan, kesabaran dan keikhlasan sudah  dimiliki dan menjadi kepribadian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupannya.  Dengan demikian tentu memasuki dewasa akhir atau pada tahap usia anjut sudah mampu menjadi individu yang muhasabah, dan mempersiapkan diri untuk kehidupan selanjutnya.

Jika kita lihat dari rentang usia dewasa awal dari umur 20 sampai 40 tahun atau yang dikenal juga dengan usia pengturan. Merupakan rentang waktu yang cukup lama dan cukup panjang untuk kita terus belajar dalam berbagai aspek psikologis untuk memasuki usia pemantapan. Banyak hal yang harus kita pelajari diantaranya, pengendalian emosi dalam menghadapi berbagai kondisi dan situasi, mempertahankan pola berfikir rsioanl dan objektif dalam melihat setiap masalah dan konflik yang terjadi, semakin arif dan bijaksana dalam setiap sikap dan perilaku,  ketika berinteraksi dengan teman, pasangan, atasan, tetangga, ipar, mertua dan sebagainya.

Disamping itu hal yang sangat penting juga adalah kesiapan diri untuk mau  menerima masukan orang lain. Mempertahankan  dengan pola pikir  yang subjektif bahwa kebenaran itu adalah saya  dan berusaha merasionalkan sesuatu yang sebenarnya tidak pas, tidak pantas dan tidak tepat hanya akan membuat kita menjadi individu yang egois, yang sudah pasti akan berdampak tidak baik ketika berinteraksi dengan oranglain.  Belajarlah menjadi diri yang”open” baik  dengan kelemahan diri dan juga kekuatan diri untuk menjadi individu yang semkain matang, sabar dan ikhlas tersebut.

Kembali saya tegsakan semuanya berawal  pada diri kita masing masing. Mempertahankan kehidupan masa lampau yang tidak baik hanya akan menyebabkan terganggungnya kehidupan kita untuk tahap selanjtnya yang tentu justru merugikan diri kita dan orang – orang terdekat, atau pilihan lain adalah dengan penuh kesadaran dan tanggug jawab, untuk meninggalkan dan memodifikasi dengan kehidupan yang lebih baik, bahwa “ Saya siap untuk sebuah perubahan”, Insya Allah.

Tinggalkan Balasan