Pemerintah masih mengkaji Ujian Nasional, demikian terbaca pada Kompas.com edisi hari Selasa, 25/11/2024. Pernyataan tersebut disampaikan Prof. Abdul Mu’thi, M.Ed. sesaat sesudah menyampaikan sambutan pada acara Diskusi Kelompok Terpumpun tentang Ujian Nasional yang diadakan oleh Kementrian Pendidikan Dasar dan Menengah di Hotel Pullman Jakarta Barat yang juga diikuti sebagai penyaji oleh Dekan FKIP Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka sebagai suara dari Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) yang menghasilkan calon guru profesional.
Acara inti kegiatan adalah penyajian dan tanggapan, dilanjutkan dengan diskusi kelompok. Pada kajian awal, disampaikan oleh para penyaji masing-masing selama 10 menit, dipandu oleh Ester Napitupulu, wartawan senior Kompas. Penyaji pada kesempatan ini adalah Haidar Bagir (Yayasan Lazuardi Hayati Depok), Iwan Pranoto (ITB), Nisa Felicia (PSKP), Doni Koesoemo (UMN), Dudung Abdul Qodir (PGRI), Purnama Syae Purrohman (FKIP Uhamka) dan Trina Fizzanty (BRIN). Sedangkan penanggap terdiri dari berbagai unsur masyarakat yang berkorelasi dengan dunia pendidikan seperti akademisi, komunitas, organisasi kemasyarakatan, dan badan pemerintah yang terkait dengan pendidikan.
Pada pertemuan tersebut, Haidar Bagir menyatakan bahwa tidak ada korelasi Ujian Nasional dengan keterampilan individu pada ratusan pekerja yang pernah beliau wawancarai. Menurut perwakilan dari Yayasan Lazuardi Hayati Depok tersebut, masalah perlu atau tidaknya Ujian Nasional adalah masalah yang kompleks, tidak bisa dijawab secara biner dengan pro dan kontra. Haidar secara spesifik menyampaikan perlunya UN dalam bentuk ujian terstandardisasi. Maka perlu merumuskan secara sistemik problem, mengidentifikasi tujuan, objektif dan constraint, serta ekses UN yang tidak proper, tanpa harus terjebak pada sikap-sikap rigid pro atau kontra UN.
Sekretaris Jenderal Persatuan Guru Republik Indonesia, organisasi profesi guru terbesar di Indonesia dengan anggota lebih dari dua juta anggota dari seluruh penjuru Indonesia, Dudung Abdul Qodir, M.Pd. menyampaikan tujuan dan manfaat Ujian Nasional, dan kelebihan serta kekurangan pelaksanaan Ujian Nasional di Indonesia pada masa lalu, dengan meneliti pada responden guru-guru, PGRI merekomendasikan dilaksanakan kembali Ujian Nasional, dengan perubahan/transformasi sistem pendidikan pada pembelajaran, penilaian, integritas sekolah dan tata kelola pendidikan.
Dr. Doni Koesoema A, pengamat pendidikan dan akademisi dari Universitas Multimedia Nusantara, dibawah naungan Grup Kompas Gramedia, menyampaikan persoalan- persoalan pada tidak adanya Ujian Nasional serta tujuan dari Asesemen Nasional yang hakikatnya berbeda dengan tujuan Ujian Nasional. UN dan AN menurut Doni berubah menjadi high stake testing karena kualitas item soal, pelaksanaan teknis ujian yang harus mempertimbangkan demografis, geografis, serta peralatan digital yang memadai. Maka disusulkan Ujian Nasional atau Ujian Negara pada kelas 12 atau 11, yang diujikan adalah rumpun mata pelajaran, Matematika, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan salah satu rumpun Sains/atau Humaniora. dengan membedakan ujian negara dengan kelulusan sekolah. Serta ada perbaikan pada regulasi atau kebijakan yang sekarang ini masih berlaku.
BRIN merekomendasikan beberapa pertimbangan supaya Ujian Nasional terlaksana dengan efektif, kredibel dan otentik dalam mewujudkan pendidikan bermutu untuk semua. Terdapat disparitas murtu pendidikan antar sekolah dan antar daerah. Ujian Nasional tidak hanya terfokus pada pengukuran akademik, namun juga pada kecakapan dasar hidup. Ujian Nasional harus sesuai dengan kebutuhan peserta didik, perkembangan jaman, dan relevan dengan falsafah kehidupan bernegara. Demikian disampaikan oleh Kepala Pusat Riset Pendidikan OR IPSH BRIN, Trina Fizzanty, Ph.D.
Prof. Emeritus ITB, Iwan Pranoto secara spesifik menyampaikan tentang Tantangan Mengukur Pendidikan Matematika Nasional. Asesmen harus mendorong murid belajar matematika yang penting dan menjadi alat berguna bagi murid sekaligus guru. Standar Asesemen Matematika harus mencerminkan kecakapan matematika yang dituntut di jaman ini; menguatkan budaya belajar matematika; menjuarakan kesetaraan; proses yang terbuka; menjuarakan inferensi sahih, dam; proses terpadu. Ujian Nasional Matematika terdahulu, dikritik pada beberapa aspek. Penting gairah bermatematika daripada skor tinggi. Lebih baik tidak ada ujian nasional ketimbang menerapkan ujian nasional matematika yang justru merusak budaya bermatematika pada generasi mendatang.
PSPK (Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan) sebuah lembaga swadaya masyarakat/yayasan non profit independen yang bertujuan mengaktivasi ekosistem kebijakan pendidikan yang berpihak pada anak yang didirikan oleh Dr. Iwan Syahril, Ph.D. praktisi pendidikan yang saat ini menjabat sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikdasmen, merekomendasikan asesmen berbasis sampel agar fungsinya low stakes dan memberikan Gambaran akurat mengenai capaian pembelajaran anak. Tidak dilakukan di akhir jenjang, dan dilengkapi informasi kontekstual (input dan proses). PSPK meneliti analisis butir soal UN terdahulu yang tidak reliabel, tidak valid dan tidak fairness (sebagian soal-soal UN lebih menguntungkan untuk suatu kelompok sosial dan merugikan kelompok yang lain)
Penelusuran minat dan bakat juga menjadi isu penting. Karena peserta didik memerlukan arahan dari guru untuk menemukan minat bakat yang sesuai dan mengembangkan potensi dirinya yang sesuai. Maka menurut Purnama, guru BK berperan penting dalam penelusuran minat dan bakat siswa, sehingga dapat mengikuti UN yang sesuai dengan kebutuhannya. Disini UN menjadi panduan penting dalam memilih jurusan yang sesuai. Ujian Nasional bisa dilaksanakan pada jenjang SMA menuju ke perguruan tinggi, yang bertujuan untuk mempersiapkan siswa menuju jenjang selanjutnya. Untuk jenjang SD dan SMP diperlukan pemetaan awal, sehingga Ujian Nasional bisa sesuai dengan klasifikasi sekolah tersebut.
Pada diskusi kelompok setelah penyajian. Muncul beberapa diskusi yang menarik antara lain tentang motivasi. Motivasi belajar menjadi penting bagi siswa. Pada saat ini motivasi belajar rendah, karena tidak ada ujian nasional. Demikian pula dengan guru. Guru tidak terlalu terbebani dengan materi pelajaran, karena hanya sedikit materi pelajaran dan terintegrasi dengan pelajaran lainnya dalam projek yang dilaksanakan oleh sekolah. Pada saat ini, para siswa terlalu asyik dengan gadget-nya, sehingga tidak peduli dengan pelajarannya.
Ujian Nasional pada masa lalu menakutkan. Membuat siswa merasa stress. Hal ini juga didiskusikan pada saat diskusi. Para peserta diskusi sepakat bahwa stres atau tekanan itu tidak menjadi masalah. Tapi bagaimana supaya masalah tekanan tersebut bisa dicarikan solusinya.
Keterampilan hidup esensial menjadi hal yang penting untuk diberikan kepada siswa. Ujian Nasional atau apapun namanya harus mendorong siswa untuk memperoleh keterampilan hidup esensial, dan pada jenjang dasar dan menengah cukup dengan literasi dan numerasi. Sedangkan pada jenjang menengah atas sudah perlu dengan materi-materi mata pelajaran yang akan disepakati bersama, dengan tingkat kesulitan yang disepakati bersama.
Pada kesempatan ini, Pak Mu’ti menyampaikan kaidah usul fiqh ma la yutroku kulluhu la yutroku kulluhu. Artinya walaaupun UN pada masa lalu ada kekurangan, tidak dapat dihilangkan karena ada kebaikan padanya. Maka yang harus dilakukan adalah bagaimana membuat UN bisa dilaksanakan dengan sistem baru yang reliabel dan berguna bagi masyarakat Indonesia sebagai daya saing di dunia internasional. Pada akhirnya menurut Sekretaris Umum PP Muhammadiyah tersebut, Kementerian akan mengkaji secara mendalam dari berbagai pihak untuk disampaikan kepada Presiden. Sebagai kebijakan politik, maka keputusan akan merujuk kepada visi dan misi Presiden Prabowo Subianto. (Psr, 28/11/2024).